Amalkan.com - Nabi Muhammad SAW adalah Nabi yang sekaligus menjadi kekasih Allah, Akhlaqul karimah yang beliau miliki sungguh luar biasa, beliau adalah suri tauladan bagi kita semua sebagai umatnya, tidak hanya dalam urusan dalam membangun dan membimbing umat, dalam kehidupan rumah tangga beliau juga banyak hal yang patut kita contoh, salah satunya yaitu kisah cinta beliau kepada siti khadijah.
Dalam hidup ini kita sudah dianugerahi rasa cinta oleh Allah SWT sebagai rahmat-Nya, cinta yang bisa mengantarkan manusia sampai kepada keridhaan-Nya adalah cinta sejati. Lalu seperti apakah cinta sejati itu?
Cinta sejati adalah cinta yang terus abadi, ketika hidup maupun ketika nyawa berpisah dari raga, yang tentunya setelah ijab dan kabul terucap dari mempelai laki-laki.
Cinta sejati berlandaskan atas kecintaan kepada Allah Sang Pemilik Cinta. walaupun salah satu meninggal, namun cinta sejati ini terus akan abadi.
Cinta sejati dan kesetiaan mencintai diukur setelah pernikahan, bahkan lebih terbukti setelah kepergian yang dicintai.
[Baca Juga: Bagi Wanita Yang Mau Menikah, Mohon Baca Artikel Ini]
Ada cerita cinta yang begitu indah bahkan paling indah yakni kisah cinta Nabi Muhammad SAW kepada Siti Khadijah.
Sungguh sebuah cinta yang mengagumkan, cinta yang tetap abadi walaupun Siti Khadijah telah tiada.
Setahun setelah Siti Khadijah meninggal dunia, ada seorang wanita shahabiyah bernama Khaulah yang menemui Rasulullah SAW.
Wanita ini bertanya: "Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak menikah? Engkau memiliki sembilan keluarga dan harus menjalankan seruan besar?"
Sambil menangis Rasulullah SAW menjawab: "Masih adakah orang lain setelah Khadijah?"
Kalau saja Allah tidak memerintahkan beliau untuk menikah, maka pastilah beliau tidak akan menikah untuk selama-lamanya.
Nabi Muhammad SAW menikah dengan Siti Khadijah layaknya para lelaki.
Sedangkan pernikahan-pernikahan setelah itu hanya karena tuntutan risalah kenabian.
Beliau tidak pernah mampu melupakan Siti Khadijah walaupun setelah 14 tahun meninggal dunia.
Pada masa penaklukan kota Makkah, orang-orang berkumpul di sekeliling beliau, sementara orang-orang Quraisy mendatangi beliau dengan harapan mau memaafkan mereka, tiba-tiba beliau melihat seorang wanita berusia senja yang datang dari jauh.
Beliau langsung meninggalkan kerumunan kemudian bercakap-cakap dengan wanita itu lalu melepaskan jubah dan menghamparkannya ke tanah.
Beliau duduk dengan wanita itu.
Siti Aisyah bertanya: "Siapa wanita yang diberi kesempatan, waktu, berbicara, dan mendapat perhatian penuh Rasulullah ini?"
Beliau menjawab: "wanita ini adalah teman Khadijah."
"Kalian sedang membicarakan apa, ya Rasulullah?" tanya Aisyah.
"Kami baru saja membicarakan hari-hari bersama Khadijah."
Mendengar jawaban beliau ini, Aisyah pun merasa cemburu. "Apakah engkau masih mengingat wanita tua itu (Khadijah) padahal ia telah tertimbun tanah dan Allah telah memberikan ganti untukmu yang lebih baik darinya?"
"Demi Allah, Allah tidak pernah menggantikan wanita yang lebih baik darinya. Ia mau menolongku di saat orang-orang mengusirku. Ia mau mempercayaiku di saat orang-orang mendustakanku."
Siti Aisyah merasa bahwa Rasulullah marah. "Maafkan aku, ya Rasulullah."
"Mintalah maaf kepada Khadijah, baru aku akan memaafkanmu." (Hadits ini diriwayatkan Bukhari dari Aisyah).
Walaupun Rasulullah SAW sangat mencintai Siti Aisyah, namun cinta beliau kepada Siti Khadijah melebihi cintanya kepada Aisyah.
Bahkan cinta itu melebihi semua cinta yang dikenal umat manusia terhadap lawan jenisnya.
Sementara hikayat tentang cinta seperti Romeo dan Juliet, Laila dan Majnun, tidak teruji melalui kehidupan bersama mereka sebagai suami istri.
Karena itu, sekali lagi dikatakan bahwa cinta Rasulullah kepada Siti Khadijah adalah puncak cinta yang diperankan oleh seorang pria kepada wanita dan sebaliknya.
Disamping itu Rasulullah tidak memadu Siti Khadijah dengan wanita lain, sedang semua istri selainnya dimadu.
Teman-teman Siti Khadiijah pun masih diingat oleh Rasulullah dan berpesan kepada putri-putri beliau agar terus menjalin hubungan kasih dengan mengirimkan hadiah walau sederhana kepada mereka.
Demikianlah keagungan cinta Rasulullah SAW kepada Siti Khadijah yang akan tetap terukir indah sepanjang zaman.
Semoga keagungan cinta kita pada pasangan maupun sebaliknya, bisa seperti kisah cinta Rasulullah dan Khadijah, bukan hanya mencintai dan bersama di dunia tapi kelak di akhirat, semoga Allah mempertemukan kembali cinta kita dengan pasangan kita. Aamiin
Dalam hidup ini kita sudah dianugerahi rasa cinta oleh Allah SWT sebagai rahmat-Nya, cinta yang bisa mengantarkan manusia sampai kepada keridhaan-Nya adalah cinta sejati. Lalu seperti apakah cinta sejati itu?
Cinta sejati adalah cinta yang terus abadi, ketika hidup maupun ketika nyawa berpisah dari raga, yang tentunya setelah ijab dan kabul terucap dari mempelai laki-laki.
Cinta sejati berlandaskan atas kecintaan kepada Allah Sang Pemilik Cinta. walaupun salah satu meninggal, namun cinta sejati ini terus akan abadi.
Cinta sejati dan kesetiaan mencintai diukur setelah pernikahan, bahkan lebih terbukti setelah kepergian yang dicintai.
Ada cerita cinta yang begitu indah bahkan paling indah yakni kisah cinta Nabi Muhammad SAW kepada Siti Khadijah.
Sungguh sebuah cinta yang mengagumkan, cinta yang tetap abadi walaupun Siti Khadijah telah tiada.
Setahun setelah Siti Khadijah meninggal dunia, ada seorang wanita shahabiyah bernama Khaulah yang menemui Rasulullah SAW.
Wanita ini bertanya: "Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak menikah? Engkau memiliki sembilan keluarga dan harus menjalankan seruan besar?"
Sambil menangis Rasulullah SAW menjawab: "Masih adakah orang lain setelah Khadijah?"
Kalau saja Allah tidak memerintahkan beliau untuk menikah, maka pastilah beliau tidak akan menikah untuk selama-lamanya.
Nabi Muhammad SAW menikah dengan Siti Khadijah layaknya para lelaki.
Sedangkan pernikahan-pernikahan setelah itu hanya karena tuntutan risalah kenabian.
Beliau tidak pernah mampu melupakan Siti Khadijah walaupun setelah 14 tahun meninggal dunia.
Pada masa penaklukan kota Makkah, orang-orang berkumpul di sekeliling beliau, sementara orang-orang Quraisy mendatangi beliau dengan harapan mau memaafkan mereka, tiba-tiba beliau melihat seorang wanita berusia senja yang datang dari jauh.
Beliau langsung meninggalkan kerumunan kemudian bercakap-cakap dengan wanita itu lalu melepaskan jubah dan menghamparkannya ke tanah.
Beliau duduk dengan wanita itu.
Siti Aisyah bertanya: "Siapa wanita yang diberi kesempatan, waktu, berbicara, dan mendapat perhatian penuh Rasulullah ini?"
Beliau menjawab: "wanita ini adalah teman Khadijah."
"Kalian sedang membicarakan apa, ya Rasulullah?" tanya Aisyah.
"Kami baru saja membicarakan hari-hari bersama Khadijah."
Mendengar jawaban beliau ini, Aisyah pun merasa cemburu. "Apakah engkau masih mengingat wanita tua itu (Khadijah) padahal ia telah tertimbun tanah dan Allah telah memberikan ganti untukmu yang lebih baik darinya?"
"Demi Allah, Allah tidak pernah menggantikan wanita yang lebih baik darinya. Ia mau menolongku di saat orang-orang mengusirku. Ia mau mempercayaiku di saat orang-orang mendustakanku."
Siti Aisyah merasa bahwa Rasulullah marah. "Maafkan aku, ya Rasulullah."
"Mintalah maaf kepada Khadijah, baru aku akan memaafkanmu." (Hadits ini diriwayatkan Bukhari dari Aisyah).
Walaupun Rasulullah SAW sangat mencintai Siti Aisyah, namun cinta beliau kepada Siti Khadijah melebihi cintanya kepada Aisyah.
Bahkan cinta itu melebihi semua cinta yang dikenal umat manusia terhadap lawan jenisnya.
Sementara hikayat tentang cinta seperti Romeo dan Juliet, Laila dan Majnun, tidak teruji melalui kehidupan bersama mereka sebagai suami istri.
Karena itu, sekali lagi dikatakan bahwa cinta Rasulullah kepada Siti Khadijah adalah puncak cinta yang diperankan oleh seorang pria kepada wanita dan sebaliknya.
Disamping itu Rasulullah tidak memadu Siti Khadijah dengan wanita lain, sedang semua istri selainnya dimadu.
Teman-teman Siti Khadiijah pun masih diingat oleh Rasulullah dan berpesan kepada putri-putri beliau agar terus menjalin hubungan kasih dengan mengirimkan hadiah walau sederhana kepada mereka.
Demikianlah keagungan cinta Rasulullah SAW kepada Siti Khadijah yang akan tetap terukir indah sepanjang zaman.
Semoga keagungan cinta kita pada pasangan maupun sebaliknya, bisa seperti kisah cinta Rasulullah dan Khadijah, bukan hanya mencintai dan bersama di dunia tapi kelak di akhirat, semoga Allah mempertemukan kembali cinta kita dengan pasangan kita. Aamiin